Translate

Sunday, March 31, 2013

Esensi Masa Kanak - kanak dalam Dunia Pendidikan dan Kehidupan



(Sumber Gambar :Dokumentasi Pribadi)

Judul  Buku         : Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela
Judul Asli             : Totto-chan, The Girl At The Window
Penulis                 : Tetsuko Kuroyanagi
Ilustrasi oleh        : Chihiro Iwasaki
Penerbit               : Gramedia Pustaka Utama (Indonesia)
Tahun Terbit        : 1981 (Jepang); 2003 (Indonesia, cetakan pertama)
Ukuran                 :  20 cm x 13,5 cm

Seorang gadis kecil bernama Totto-chan yang baru duduk di bangku SD kelas 1, baru saja dikeluarkan dari sekolah karena menurut para guru perilakunya ‘aneh’, sehingga mereka measa sudah tidak sanggup lagi membimbingnya sebagai guru.

Oleh ibunya, Totto-chan kemudian didaftarkan ke sebuah sekolah yang dianggap sama ‘aneh’-nya, yaitu Tomoe Gakuen (“gakuen” adalah bahasa Jepang untuk “sekolah”-red). Sekolah ini konon adalah satu-satunya sekolah yang memakai gerbong kereta api untuk ruang kelasnya, tidak memaksa para murid untuk selalu duduk rapi di dalam kelas, dan merupakan tempat di mana para guru maupun murid adalah seorang tua dan anak-anak yang saling bersahabat. Berbagai macam peristiwa pun turut mewarnai kehidupan baru Totto-chan di Tomoe Gakuen, yang mana secara perlahan tapi pasti ikut membangun dirinya menjadi seorang manusia sejati.

Itulah cuplikan dari buku Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela. Semacam rendezvous, bisa mendapat kesempatan untuk mengkaji buku ini lagi ke dalam bentuk resensi setelah hal serupa pernah saya lakukan untuk pelajaran Bahasa Indonesia saat masih SMU dulu. Orang boleh bilang ini buku lama, tetapi harus diakui bahwa tema hubungan antara orang tua dan anak memang seolah tak pernah usang ditelan zaman, dan apa yang terjadi dalam buku ini menjadi salah satu contoh konkret dari pernyataan itu.

Gaya penceritaan yang dibawa Tetsuko-san sangat ringan, jadi memang tidak aneh kalau dikatakan bahwa anak usia 7 tahun saja mampu membacanya hingga tuntas. Setiap cerita dalam buku ini diambil melalui sudut pandang sang narator sebagai orang ketiga, yaitu si kecil Totto-chan yang kini adalah Tetsuko Kuroyanagi, seorang pembawa acara TV sekaligus aktivis kegiatan kemanusiaan di negara asalnya.

Nilai plus dari buku ini di antaranya adalah bahwa setiap cerita yang dituturkan di dalamnya adalah nyata, yang mana merupakan sepercik kisah perjalanan hidup semasa kecil sang pengarang sendiri. Unsur sejarah itu jugalah yang mungkin membuat buku ini begitu sukses pada masanya, bahkan hingga saat ini pun masih terus dicetak ulang, diterjemahkan ke berbagai bahasa dan diminati oleh banyak kalangan sebagai salah satu literatur pendidikan anak.

Sampul buku berwarna putih seolah mewakili ‘polos’-nya anak-anak. Begitu pun ilustrasi sampul maupun dalam buku yang sama-sama simpel, hanya berupa goresan-goresan pensil dan sapuan cat air yang menampakkan ekspresi anak-anak, itu pun frekuensi munculnya sangat jarang. Meski begitu,  gambar-gambar tersebut  cukup berhasil memberi  kesan kesederhanaan yang berusaha disajikan oleh buku ini.

Ilustrasi dalam Buku
(Sumber Gambar: Dokumentasi Pribadi)

Alur kisah Totto-chan mungkin bisa jadi kelewat simpel bagi sebagian orang, sehingga membuat jenuh di pertengahan cerita, karena gaya penceritaannya datar dan isinya melulu tentang tingkah polah Totto-chan sehari-hari yang begitu polos dalam mencoba memahami dunia sekitarnya.

Namun, hal tersebut sebenarnya wajar saja karena judul ini adalah cerita yang diangkat berdasarkan fakta yang benar-benar terjadi, sehingga menambahkan unsur seperti fantasi atau lainnya yang tidak perlu malah bisa mengganggu keabsahan cerita. Dibandingkan dengan buku-buku lain bertema serupa, yaitu tema “keseharian anak-anak dan dunia di sekitarnya” seperti dalam kisah - kisah karangan Roald Dahl (Charlie and The Chocolate Factory; Matilda) atau Enid Blyton (Lima Sekawan), buku Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela ini menjadi unik dan sangat membumi, dengan cerita yang mengena tanpa harus dibumbui unsur fantasi fiktif.

Contoh Buku Anak-anak Berunsur Fiktif
(Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi)

Tesuko-san juga sempat merilis sekuelnya dengan judul Anak-Anak Totto-chan : Perjalanan untuk Kemanusiaan Anak-anak Dunia (Totto-chan’s Children: A Goodwill Journey for The Children of The World) (2010) yang mana menceritakan pengalaman Totto-chan setelah dewasa sebagai Tetsuko Kuroyanagi, yang melakukan perjalanan kemanusiaan untuk memantau anak-anak yang kurang kasih sayang dan butuh perlindungan. Dibandingkan buku sebelumnya, konten Anak-anak Totto-chan cenderung lebih berat dengan foto-foto nyata hasil dokumentasi yang menjadikan buku ini semacam jurnal perjalanan.

Buku Anak-Anak Totto-chan : Perjalanan untuk Kemanusiaan Anak-anak Dunia
(Totto-chan’s Children: A Goodwill Journey for The Children of The World)
(Sumber Gambar: Dokumentasi Pribadi)

Di masa sekarang pun, tentu kita sudah sering melihat anak-anak-dari berbagai  tempat- yang ironisnya--oleh orang-orang yang lebih tua-- kurang dipandang sebagai manusia. Belum lagi mereka yang diajak untuk terlibat dalam angkatan bersenjata, bekerja keras mencari nafkah, kelaparan, atau dipaksa melakukan perbuatan asusila lainnya yang semestinya tidak mereka lakukan. Seolah-olah, mereka tidak mendapatkan tempat sebagaimana mestinya seorang manusia yang harus dijaga, dihargai dan perlu mendapatkan perhatian khusus dari sekitarnya untuk dapat meningkatkan potensi mereka sebagai seorang manusia sejati di masa depan.

Bukankah semestinya kita semua mengetahui, bahwa setiap anak adalah unik, adalah manusia kecil-manusia kecil yang jika diperlakukan dengan baik maka akan tumbuh menjadi sebaik-baiknya manusia?

Tuesday, March 26, 2013

Bertualang Rame-Rame Bersama Wally dan Kawan -kawan


Hayo, siapa yang belum kenal Wally?

Kisah petualangan karya pak Martin Handford ini bercerita tentang seorang cowok bernama Wally yang gemar pergi berpetualang ke manapun, kapanpun dan dalam keadaan apapun ke tempat-tempat atau bahkan masa yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Ia berkelana dengan memakai baju khas bercorak garis merah-putih, diikuti beberapa orang teman untuk ikut meramaikan perjalanannya.

Ilustrasi Sampul Buku 
Dari Kiri ke kanan : Odlaw, Wizard Whitebeard, Wenda, Wally & Woof
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Secara garis besar, serial ini berisi berbagai aktivitas yang semua tujuannya sama : mencari sesuatu! Entah apakah yang dicari itu salah seorang tokoh atau suatu peristiwa dengan karakteristik tertentu.

Pencarian ini merupakan buah pengamatan Wally terhadap lingkungan sekitar tempatnya singgah, misalnya seperti saat ia mampir ke suatu tempat bersalju di utara. Kalau dia menemui peristiwa yang menarik, akan diceritakannya lewat sebuah pesan singkat di bagian kiri halaman. Pesan tersebut dimaksudkan agar kita juga dapat menemukan sendiri hal-hal yang dilihatnya itu pada sebuah gambar adegan dalam halaman yang sama.

Wally di Negeri Salju & Pesan dari Wally di Kiri Atas Halaman
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Terkadang, ada juga halaman khusus berisi daftar mengenai apa saja yang harus kamu cari dari sebuah adegan dalam halaman tertentu. Jika sudah menemukan yang diminta, maka tinggal memberi tanda pada kotak dalam checklist yang telah disediakan. Seperti pada gambar berikut ini, di mana Wally mengunjungi sebuah negeri ajaib di mana karakter dalam buku melangkah keluar dari halaman masing-masing.

Wally di Negeri Buku Ajaib & Halaman Aktivitasnya
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Itu baru dua dari banyak tempat menakjubkan yang dikunjungi Wally. Bagaimana dengan lokasi lainnya?

Kebetulan serial "Where’s Wally? The Ultimate Travel Collection" (2008) yang menjadi bahan bahasan saya ini merupakan hasil gabungan dari beberapa seri Wally sekaligus, mulai dari "Where’s Wally? "(1987) hingga "Where’s Waldo? The Wonder Book" (1997). Itu berarti, satu jilid buku memuat sekumpulan perjalanan Wally dari lokasi normal seperti kota di daerah urban, pabrik kue, hingga luar angkasa, setting  film Hollywood, bahkan Wally's Land- sebuah negeri yang penuh dengan Wally!

Secara menyeluruh, artwork serial Wally bisa dibilang memiliki tingkat detail yang fantastis. Sulit membayangkan ada orang yang bisa menggambar se-detail (dan seruwet) ini. Pada masanya, sang pengarang menggambar semua ini hanya dengan peralatan tradisional saja lho. Kebayang kan, gimana rumitnya?

Wally di Wally’s Land
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Tapi bisa jadi, artwork fantastis tersebut justru menjadi kelemahan tersendiri. Karena itu, ada sedikit tips saat membaca buku yang sepenuhnya berbahasa Inggris ini : persiapkan mata dan kaca pembesar. Kalau tidak -- terutama bagi yang bermata minus seperti saya -- mata bisa jadi (@_@) karena terlalu asyik coba-coba mencari Wally dkk, hehehe…

Nah, siapkah kamu bertualang rame-rame ala Wally? ;D

Sunday, March 10, 2013

The Balance Between Popularity and Skill Performance

Fenomena selebriti yang mengalihkan perhatian pada bidang sastra tidak hanya terjadi di Indonesia saja seperti yang diwakili oleh sosok Dewi ‘Dee’ Lestari. Kurang lebih 10 tahun silam, Madonna, salah satu musisi ternama dunia juga pernah melakukan hal tersebut. Di tengah karir bermusiknya, Madonna memutuskan untuk menulis beberapa buku untuk anak. Masyarakat -termasuk saya- pun penasaran :

“Kayak apa sih, buku yang ditulis oleh seorang selebriti seperti Madonna?”

Madonna Saat Peluncuran Salah Satu Bukunya, “Mr. Peabody’s Apple”

Di antara buku-buku anak yang pernah ditulis Madonna, saya akan membahas salah satu karyanya yang berjudul “Yakov and The Seven Thieves” (“Yakov dan Tujuh Pencuri”). Berkisah tentang seorang pembuat sepatu bernama Yakov, yang gelisah karena anak lelakinya sedang sekarat. Di tengah keputusasaannya, ia meminta nasehat kepada Orang Tua Bijak dan wakilnya yang bernama Pavel.  Atas saran sang Orang tua Bijak, Yakov akhirnya mengumpulkan 7 pelaku kriminal dari kota untuk mendoakan keselamatan putranya. Jika seorang kriminal yang kerap melakukan tindakan menyimpang sampai mau bersimpuh dan berdoa, maka keajaiban pun terjadi.


Sampul Depan dan Belakang dari “Yakov dan Tujuh Pencuri”
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

 Tidak adanya sinopsis di bagian belakang buku sepertinya tindakan yang ‘cerdas’, karena cukup berhasil membuat penasaran tentang bagaimana isi cerita sebenarnya. Kisahnya tergolong ‘berat’ untuk porsi bacaan anak dan pesan moral yang bisa didapatkan dari cerita ini sebetulnya bisa saja bagus, hanya kurang tersampaikan dengan baik  sehingga malah terkesan janggal.

Bagi beberapa orang, alasan memilih buku ini mungkin lebih kepada personal taste, yaitu buku anak dengan basis gaya gambar menyerupai lukisan-lukisan kuno. Gaya ilustrasi Renaissance dengan watercolour seperti yang dipakai dalam buku ini memberi kesan klasik, realistis tapi juga kelam untuk ceritanya. Sehingga kalau dilihat dari segi kecocokan dengan selera anak-anak mungkin kurang pas, dan tampak lebih ditujukan pada para orang tua yang diharapkan membaca buku ini bersama anak-anak mereka.


Salah Satu Ilustrasi Dalam Buku “Yakov dan Tujuh Pencuri”
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Saya cukup menyayangkan bahwa nama Gennady Spirin, sang illustrator handal yang membawakan buku ini menjadi bernilai dikesampingkan dengan hanya memajang nama “Madonna” besar-besar di bagian sampul depan. Menariknya lagi, sang illustrator tersebut konon mengungkapkan bahwa dirinya hanya pernah berkirim surat sekali dengan Madonna perihal proyek buku ini tanpa bertemu muka sama sekali dengan kliennya itu.  Tapi, Gennady mengakui bahwa proyek ini adalah yang paling menghasilkan dibandingkan dengan proyek-proyek yang pernah beliau tangani sebelumnya.

Gennady Spirin (kiri) dan Salah Satu Ilustrasi Hasil Karyanya dalam Buku “Firebird”
(Sumber : http://www.dianebrowningillustrations.com/2010/12/i-meet-my-favorite-illustrator-at.html)

Oke, nama Madonna sebagai selebriti yang sudah mendunia mungkin dianggap lebih mampu menjual buku tersebut dibandingkan dengan illustrator yang notabene “orang di balik layar”. Tapi tetap terasa kurang adil jika nama sang illustrator tidak mendapat ‘tempat kehormatan’ yang sama dengan si penulis. Bagaimanapun juga, ini adalah sebuah buku anak yang akan menjadi membosankan tanpa bantuan ilustrasi yang memikat.